Peluru dari meriamku
tak jua bersua dengan jantungmu, mungkin karena niatku memang bukan untuk
mematikanmu, tapi membumi hanguskan sekutumu-
![]() |
ballzmag.com |
Semoga saya menulis ini dalam keadaan tidak sadar, sehingga
setiap hal yang seharusnya tidak tersampaikan dapat tersampaikan tanpa menjadi
beban bagi siapapun, terutama untuk diri sendiri yang entah sudah berapa lama
frustasi dengan topik yang serupa.
Postingan kali ini cuma diniatkan untuk curhat..
Untuk ukuran manusia yang tidak begitu suka dengan
keramaian, saya tidak akan protes jika dicap sebagai manusia yang kurang piknik.
Tapi sesungguhnya julukan yang paling pas adalah manusia yang biasa saja, hanya
sedikit takut dengan perang. Kata perang pertama kali saya konsumsi saat masih
di bangku Sekolah Dasar, tapi waktu itu belum memberikan pengaruh apapun pada
diri seorang anak yang masih senang bermain boneka panda dibandingkan membaca
tulisan yang tidak banyak gambarnya. Baru ketika menginjak bangku SMP, saya
mulai risih dengan kata “perang” ini, apalagi ketika pelajaran IPS berlangsung,
bapak guru menjelaskan tentang Perang Dunia 1 dan Perang Dunia 2, sebab
terjadinya, proses terjadinya, sampai akibat adanya perang antar-negara
tersebut. Bulu kuduk saya merinding, hari-hari saya lalui dengan penuh
ketakutan akan munculnya Perang Dunia Ketiga. Namun, karena tidak ada yang
sepemikiran dengan saya waktu itu, kegelisahan saya akhirnya mereda, hanya
muncul ketika berjumpa dengan hal-hal berbau perang, misalnya bunyi petasan
yang menyerupai bunyi bazoka waktu perayaan tahun baru di kampung.
Memasuki tingkatan pendidikan yang lebih tinggi di Sekolah
Menengah Atas, definisi Perang ini, dibahas lebih jelas pada Bidang Studi
Sejarah, ternyata perang tidak hanya sebatas perang dunia tetapi juga terjadi
pada zaman dahulu, dari Perang di zaman Rasulullah SAW, perang salib, perang
Napoleon, sampai perang yang terjadi di abad 21 dan berbagai perang yang
mewarnai sejarah umat manusia. Belum lagi informasi yang saya dapat ditambah
dengan film-film bernuansa Perang yang beredar dari satu flashdisk ke flashdisk yang lain sampai ke Laptop
saya dan akhirnya bisa saya tonton. Satu hal yang bisa saya simpulkan waktu itu
adalah bahwa : perang benar-benar adalah hal yang sangat mengerikan.
Memasuki dunia kampus, dengan pemikiran yang tidak lagi senaif siswa SMA, akhirnya saya menyadari bahwa Perang ternyata bukanlah hal yang bisa terjadi begitu saja tanpa ada hal-hal yang mendahuluinya. Perang hanya terjadi ketika ada perselisihan, konflik, amarah, keserakahan, perebutan kekuasaan, dan lain lain. Untuk pertama kalinya, saya bersyukur Indonesia tidak berada pada deretan Negara Maju di dunia yang selalu haus akan kekuasaan tertinggi. tapi di sisi lain, saya justru khawatir dengan kondisi internal NKRI, ada saja permasalahan yang memicu konflik di Ibu Pertiwi. Inilah alasan kenapa tulisan di Postingan Blog ini selalu mewanti-wanti agar tidak ada perpecahan diantara kita, Rakyat Indonesia.
Iya, karena Author blog ini tidak suka setiap hal yang
memicu munculnya Peperangan. Entah itu perang dingin ataupun yang angkat
senjata. Keduanya hal yang tidak bisa dibenarkan.
Kemudian, yang tidak henti-hentinya mengiris hati adalah
pertentangan atau mungkin lebih tepat jika dikatakan penderitaan yang dialami
oleh rakyat Palestina, Muslim Rohingya, dan negara-negara yang sering muncul di
pemberitaan tidak lain adalah akibat dari keserakahan Manusia.
Sekian.
Author blog ini memang aneh, ketika mahasiswa lain sibuk
menurunkan UKT dan melawan birokrasi, dia malah berimajinasi dengan “Perang”
nya. Meskipun dia juga merasakan sulitnya membayar uang kuliah di awal semester
(kebetulan masuk dalam kelompok dengan pembayaran UKT yang cukup banyak dan
tidak sesuai dengan kondisi ekonomi orang tua sehingga juga merasa dipersulit belajar
di bangku perkuliahan tapi semoga tidak sampai cuti semester) ditambah lagi dengan
Permenristek
dikti No.39 tahun 2017 pasal 7 yang di dalamnya tercantum aturan bahwa PTN
tidak menanggung biaya KKN, tapi mau bagaimana lagi, mereka punya Peraturannya
dan saya tidak punya cukup amunisi untuk memberontak, jadilah saya
berimajinasi.
Author blog ini juga tidak menerima intervensi dari pihak
manapun, karena dari awal memang tidak bergabung di gerakan mahasiswa manapun
juga di kepentingan kelompok manapun, jadi saya bebas menulis, bebas meletakkan
tanggung jawab dimanapun. Termasuk di wilayah mencegah terjadinya perang dengan
tulisan. Kita punya tanggung jawab kita masing-masing, bukan?
Sedikit kutipan dari Albert Camus untuk menutup tulisan ini :
“Aku telah
membuktikan bahwa siapapun, tanpa berlatih sebelumnya, jika dia menggunakan
pikirannya, dapat memainkan perannya yang absurd menuju kesempurnaan”
0 komentar:
Posting Komentar