with Yuliana Firman

Sabtu, 16 Desember 2017

Distorsi

Memang sulit untuk memperbaiki permasalahan sistem yang ada di negara ini. Tapi menjadi apatis bukanlah sebuah solusi~

2017 sebentar lagi habis. Bagaimana tahun ini? Sudah seberapa jauh langkah maju yang kamu ambil? Atau tidak bergerak sama sekali? Atau jangan-jangan malah mengalami degradasi? Jangan segan memeriksa timeline hidupmu. Jangan  Cuma sibuk mantengin timeline sosial media.

Bicara soal sosial media, saya jadi teringat hal yang ingin saya kupas akhir tahun 2016 lalu, tapi karena sesuatu dan lain hal tulisan saya jadi terbengkalai. Ternyata, akhir tahun ini topik itu masih belum ada habisnya, masih awet seperti cilok yang dikasi boraks. Bukan, pembahasan kali ini bukan soal boraks, tapi sejalan dengan judul, pembahasannya soal distorsi (kalau menurut kitab sakti KBBI : dis·tor·si n 1 pemutarbalikan suatu fakta, aturan, dsb; penyimpangan: untuk memperoleh keuntungan pribadi tidak jarang orang melakukan -- thd fakta yg ada;). Nah, kalau homo sapiens jaman now itu lebih mengenal istilah hoax (bacanya hoks. Bukan hoanya, bukan hoaks).Kenapa kemudian saya mengambil topik ini di akhir tahun ini? Karena pengen. Udah. Gitu aja.

Ada yang baru kenalan sama istilah hoax ini? Kenalan dulu, siapa tau cocok *eh. Jadi, secara bahasa hoax ini adalah lelucon, cerita bohong, kenakalan, olokan, membohongi, menipu, mempermainkan, memperdaya, dan memperdayakan. Kalau sederhananya, hoax ini adalah informasi palsu, berita bohong, atau merekayasa sedemikian rupa suatu fakta baik dengan tujuan lelucon maupun politis.

Kumpulan Info Unik Dunia - Aneh tapi Nyata - blogger
Saya yakin sebagian besar manusia di jaman millenial ini punya minimal satu akun sosial media. Entah itu whatsapp, facebook, line, twitter, instagram, snapchat, bbm(masih ada yang pake bbm?), sampai tumblr, blog, ask.fm, dan lain-lain (sejauh ini saya pakai mereka). Kesemua media sosial itu bisa jadi ladang subur bagi para penyebar hal-hal yang bernuansa hoax. Mereka bisa bebas menjelajahi dunia maya ini dengan berbekal tulisan-tulisan berisi statement-statement yang saya sebut ‘sampah’. Isi berita atau informasi yang mereka sebarkan itu sangat tidak bermanfaat. Apalagi, kalau yang sudah berbau provokasi. Ini menurut saya benar-benar sudah bisa dikategorikan sebagai sampah sosial media. Ini akibat dari pesatnya perkembangan teknologi, yang tidak seiring dengan perkembangan akal manusia. Teknologi meningkat, manusia akalnya makin menciut. Kebebasan berpendapat malah disalahgunakan.

Penyebaran hal-hal hoax ini, entah itu dengan tujuan lelucon ataupun ada maksud-maksud politis di dalamnya tetap saja tidak bisa dibenarkan. Kalau tujuannya sekedar bercanda, bagaimana kalau bercandaan itu dibaca oleh Kids jaman now (saya nggak ngerti siapa yang pertama kali mencetuskan istilah aneh ini) yang pada dasarnya masih di usia yang they believe what they read?. Hal ini bisa merusak pemikiran mereka. Lain lagi halnya dengan orang-orang dewasa, sebut saja contohnya mahasiswa, ada juga ternyata yang kelakuannya menggelitik mata. Mereka yang suka broadcast tulisan yang isinya di paragraf awal berisi quote, kemudian pertengahan berisi pernyataan menakut-nakuti yang entah mereka ambil darimana, kemudian pada paragraf penutup, isinya berupa ancaman. Misalnya “kalau pesan ini tidak kamu kirim ke 10 teman kamu, maka kamu tidak akan bertemu dengan jodohmu”. Mahasiswa yang kemudian takut tidak ketemu jodoh, akan memforward pesan ini ke 10 kontaknya. What the hell, man!. Kamu sekolah 12 tahun, kuliah sekian ratus sks, tapi masih belum bisa menyaring hal-hal seperti itu? Hidup Mahasiswa!

Lebih parah lagi kalau hoax ini sudah menyentuh ranah yang lebih serius. Misalnya yang berbau provokatif. Mengangkat topik yang menjatuhkan suatu kelompok, secara otomatis, hal  ini akan menimbulkan perpecahan. Entah tujuan mereka memang untuk cari duit, atau memang ada pihak yang memerintahkan penyebaran berita itu, tetap saja TIDAK BENAR! Yang namanya perpecahan, pasti menyentuh hal mendasar dari suatu kelompok dan ujung-ujungnya imbasnya ke negara kita yang tercinta ini, menghianati sila ketiga dari dasar negara.

 Iya, akibat dari hoax ini bisa seserius itu.

Masih ingat kasus Saracen yang sempat jadi Headline bulan Agustus lalu? Ini bukti nyata kalau hoax ini sifatnya sudah terorganisir. Unggahan mereka berupa kata-kata, narasi, maupun meme yang tampilannya mengarahkan opini pembaca untuk berpandangan negatif terhadap kelompok masyarakat lain. Dan lucunya, mereka ini bergerak seperti pelayanan jasa. Jadi, mereka menyebar proposal ke sejumlah pihak dengan menawarkan jasa berupa penyebaran hal-hal bernuansa SARA, menjatuhkan, dan lain-lain yang nilainya nggak sedikit, puluhan juta bro.

So, whats the point? Yang harus dicatat dari prahara hoax ini adalah, cerdaslah dalam bersosial media. Budayakan baca baik-baik, analisis, kalau perlu pakai pendekatan saintifik (calon guru banget ini), jangan asal forward. Jangan karena kebelet eksis, langsung sebar tanpa menyaring isi konten yang disebarkan. Dan, nggak usah takut nggak ketemu jodoh Cuma gara-gara broadcast di whatsapp (ngakak anjir).

Nah, berikut saya kutip ciri-ciri hoax dari blog Romeltea.com

Menurut Dewan Pers, ciri-ciri hoax adalah sebagai berikut:
  1. Mengakibatkan kecemasan, kebencian, dan permusuhan.
  2. Sumber berita tidak jelas. Hoax di media sosial biasanya pemberitaan media yang tidak terverifikasi, tidak berimbang, dan cenderung menyudutkan pihak tertentu.
  3. Bermuatan fanatisme atas nama ideologi, judul, dan pengantarnya provokatif, memberikan penghukuman serta menyembunyikan fakta dan data.
Ciri khas lain hoax adalah adanya HURUF KAPITAL, huruf tebal (bold), banyak tanda seru, dan tanpa menyebutkan sumber informasi.
Ciri utama hoax adalah tanpa sumber. Penyebar hoax biasanya menuliskan: “copas dari grup sebelah” atau “kiriman teman”.

Ada ayat yang mengatur tentang hoax juga ternyata :

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” [QS. Al Hujurat : 6]



Hidup Palestine!
Read More

Sabtu, 18 November 2017

Sudut Pandang

Pada satu tarikan nafas, aku bisa memunggungi sebuah luka, tapi pada helaan nafas dibelakangnya, ribuan duka yang lain telah mengambil ancang-ancang di hadapanku. Siap menyerang kapan saja dengan membabi buta.

Tidak. Tulisan kali ini tidak membahas tentang duka duka. Quote di atas hanya sebagai pembuka. Bingung saya mau dimulai pakai kalimat apa. I’m just type that quotes with no reason.

Belakangan ini banyak baca-baca tulisan yang isinya seputar mind build. Entah artikel atau fiksi yang saya baca tujuannya memang untuk mempengaruhi atau tidak, tapi ada beberapa memang yang bisa membuat saya berpikir bahwa “wah, benar juga”. Tapi tidak sedikit juga yang bertentangan dengan prinsip yang selama ini saya punya.

Di tulisan-tulisan sebelumnya, saya pernah sedikit membahas perihal open minded, tapi hanya kulit-kulitnya. Takut salah tafsir. Makanya, kali ini dengan bekal ke –sok tahu-an, saya ingin membahas hal itu lebih jauh. Tujuan utamanya sederhana sih, supaya kita sebagai homo sapiens bisa saling menghargai dalam hidup.

Tulisan di blog ini kedepannya mungkin akan banyak membahas hal-hal yang cukup sensitif. Di umur segini, kalau saya coba untuk memaknai hidup pasti bagi sebagian orang akan berkata “tahu apa kamu. Umur masih seumur jagung sudah sok-sokan bicara soal hidup”. But no, saya pikir justru di usia ini seharusnya manusia mulai belajar memaknai hidup. Tidak kurang dan tidak lebih. 20 tahun ini fase krusial manusia. Meskipun tidak sebanding dengan mereka yang berusia 30, setidaknya ketika kita sadar akan bagaimana hidup itu berjalan di usia ini, semoga saja di usia kepala tiga, empat, lima dan seterusnya nantinya tidak begitu banyak penyesalan yang dirasakan.
http://static.republika.co.id/uploads/images/inline/Make-Garden-Lanterns-from-Old-Tin-Cans-Intro.jpg

Di masa-masa ini, kita mulai bercengkerama dengan berbagai jenis orang. Mulai dari yang biasa saja, normal, unik, dan bahkan yang menurut kita tidak etis sekalipun. Tanggapan kita saat berbeda dengan orang-orang pun bukan lagi seperti anak kecil yang mungkin akan menangis, berteriak tidak suka, dan lain-lain. Kalau masih ada yang menanggapi perbedaan dengan cara seperti itu, coba introkspeksi diri. Yakin sudah 20 tahun?

Back to the title : Open Minded. Kita tinggal di semesta yang tidak konstan, tapi terus menerus mengalami dinamika. Entah itu sesuai dengan keinginan kita atau tidak. Ketika sesuai pasti kita akan menikmatinya, tapi ketika tidak, apa yang bisa kita perbuat selain terpaksa beradaptasi? Nah, salah satu hal yang bisa dijadikan modal adalah open minded ini.
Open minded kalau dibahasa Indonesiakan kurang lebihnya adalah keterbukaan pikiran. Dikutip dari blog open minded Indonesia, yang mengatakan bahwa “Keterbukaan pikiran kita untuk menerima sesuatu yang baru dari luar batas toleransi pengertian kita menandakan kalau kita mampu untuk membuka diri kita terhadap apapun yang bisa saja menggoyangkan prinsip kita. Seperti yang kita ketahui, tidak gampang menerima suatu prinsip dari luar sana yang berbeda bahkan bertentangan dengan prinsip dasar berpikir yang sudah kita punya.


Oke, cukup teori-teorinya. Saya ingin menggambarkan aplikasi dari open minded ini dalam kehidupan sehari-hari. Terkhusus di lingkungan saya pribadi, tidak sedikit orang di luar sana, bahkan mungkin saya sendiri pernah khilaf melakukannya, ketika bertemu dengan hal yang berbeda dari prinsip kita, langsung kita judge tidak baik. Disudutkan, bahkan dipaksa untuk menyamakan prinsipnya dengan kita, khususnya mereka yang pahamnya masih dalam skala minoritas. Misalnya dalam suatu diskusi, kita mengeluarkan suatu pendapat yang kita percaya adalah yang paling benar, kemudian tiba-tiba disanggah oleh orang lain dengan berbagai alasan yang logis bahkan dari lubuk hati, kita juga membenarkan sanggahan orang tersebut, namun tetap mempertahankan pendapat kita yang kita yakini paling benar tadi. Kemudian diskusi itu terus menerus berlanjut dengan kita yang mengeluarkan berbagai argumen untuk terkesan membenarkan pendapat kita. Diskusi ini pun kemudian berubah atmosfer menjadi debat, bahkan berujung pada debat kusir. Apa yang sebenarnya ingin kita raih dengan kelakuan tersebut? Ingin dikatakan idealis? Kalau pemahaman kamu tentang idealis hanya sebatas mempertahankan pendapat yang kebenarannya mampu dijatuhkan, maaf, tapi itu adalah pemahaman yang sempit.

Atau kasus lain, pada saat mengobrol santai dengan orang lain, kemudian lawan bicara kita membicarakan topik tertentu. Misalnya dia bicara tentang musik dangdut, kemudian kamu judge kampungan, atau yang bicara seputar seks kemudian kamu anggap cabul, atau di wilayah fisik, kamu bertemu dengan orang yang tattoan, gonrong, kemudian kamu anggap nakal, atau ketika bertemu dengan orang yang berbeda agama atau bahkan tidak menganut agama apapun lantas kamu jauhi, bro, ada yang perlu di ubah dari diri kamu. Bukan tampilan ataupun topik pembicaraan mereka yang salah, tapi cara pandang kamu. Cara kamu memandang mereka yang terlalu sempit. Lupakan soal strereotype masyarakat. Kamu tahu apa soal apa yang ada dalam diri seseorang sampai berani menjustifikasi orang hanya dari satu sudut pandang? Bahkan, orang yang bergelut dalam dunia psikologi yang pada dasarnya berkutat dalam kepribadian manusia pun tidak berhak menjustifikasi siapapun.

Tulisannya kepanjangan yak. Masih kurang dari 1k word sih. Tapi nanti pembaca pada kabur lagi. Jadi intinya sih, berusahalah menerapkan open minded ini dalam keseharian, tidak bermaksud menggurui atau memaksa, karena saya juga masih berusaha untuk itu. Lagipula tidak sulit kok, menghargai keberagaman. Menghargai bukan berarti menyetujui, bukan? Menghargai suatu prinsip bukan berarti mengikuti prinsip tersebut, bukan?
Sekian,


Teruntuk kalian yang tahun ini beranjak 20, tidak perlu lagi ada drama tidak penting dalam hidupmu. Penuhi runtinitasmu dengan hal-hal yang bermanfaat. Di usia ini, kamu punya andil besar untuk menentukan kemana akan kamu bawa hidupmu kedepannya.

Hidup KPK !










Read More

Selasa, 18 Juli 2017

Sepatu Butut



“Ada bagian dari semesta yang ketika kelam menelanjangi nuranmu, ia mendekapmu dengan jubah paling suci dan menceritakan padamu tentang sinar mentari”

Halo!

Sebagian orang di dunia ini, hanya mampu memaknai suatu hal tetapi tidak pandai mengekspresikan apa yang ia rasakan. Sama halnya dengan seorang remaja yang mengalami pergantian usia, dari 19 tahun ke 20 tahun. Rasanya itu campur aduk. Ketika orang-orang silih berganti memberikan doa, entah harus bahagia, terharu, sedih, atau bahkan marah. Sebuah tulisan mungkin bisa mewakili betapa ‘awesome’ nya pergantian angka pertama di perhitungan usia ini.

Sepatu cantik nan rupawan yang berjejer di toko-toko tiba-tiba mengingatkan saya pada sepatu butut yang tergeletak tak berdaya di rak kos-kosan. Kalau sepuluh tahun yang lalu, saya mungkin akan merengek di hadapan mama atau bapak minta dibelikan sepatu cantik itu. Kalau tidak dibelikan, jurus terampuh adalah merajuk, kemudian simsalabim abracadabra, sepatu cantik sudah ada di jejeran rak sepatu. Tapi sekarang,jurus terampuh ketika menginginkan sepatu itu adalah dengan kesabaran. Ingin merengek minta dibelikan sama orang tua, malu. Ingin merajuk, takut dikutuk jadi batu, Ingin beli pakai uang jajan, takut jatah untuk beli indomi habis (njir, anak kos banget ini). Alhasil, sepatu idaman ini akan terbeli berbulan-bulan kemudian. Setelah berhemat sedemikian rupa hingga tabungan cukup. Di bagian ini, kita menyadari bahwa perlahan, aliran-aliran kemandirian mulai ingin mengalir dalam tubuh kita.

Dari sebuah sepatu butut, kita bisa memaknai hal-hal yang sudah dijalani selama 20 tahun ini. Meskipun tidak dimulai dari bayi (iyalah).  Selain tanda-tanda pubertas yang banyak dipelajari pada pelajaran biologi, yang berubah signifikan adalah pola pikir. Bagaimana anak kecil yang dulunya setiap hal bergantung pada orang tua, mulai punya rasa malu bergantung pada mereka. Proses minta uang yang dulunya “ma, minta uang dong. Uang jajan habis”. Sekarang kalau pengen minta uang harus pakai kode-kodean “ma, liat dompet aku deh, ini emang modelnya yang tipis atau gimana ya?” atau se ekstrim “ma, tadi aku ke atm kan, masa ya atm nya minta maaf sama aku”. Ketika pakai kodepun, butuh keberanian yang luar biasa untuk mengungkapkannya. 

Di usia ini, mungkin kita juga sudah mulai percaya pada teori Zoon Politicon-nya Aristoteles tentang manusia sebagai makhluk sosial. Kita mulai menyadari bahwa, ada orang-orang yang datang dan pergi dalam hidup dan ada juga orang-orang yang datang, menetap, dan tumbuh bersama-sama dengan kita. Setiap inci dalam kehidupan kita selalu terkait dengan orang lain. Kita menyadari betapa kita membutuhkan mereka dalam menjalani hari demi hari. Bukan hanya orang tua, tetapi orang asing seperti tukang parkir sekalipun berjasa dalam hidup kita. Mungkin karena itulah, kita selalu ingin menunjukkan keberadaan kepada duna. Like “hey look. I’m here. I am the part of this state”. Apalagi disaat sekarang ini, dunia digtal mendominasi interaksi kita dengan orang banyak.

Cara kita memaknai sesuatu juga mulai berbeda. Dari yang dulunya galau, nangis-nangis karena penyanyi idola tereleminasi dari ajang pencarian bakat, kemudian galau masalah cinta-cintaan yang kisah asmaranya sudah seperti sinetron, galau karena tugas sekolah, tugas kuliah, sekarang yang digalaukan adalah masalah-masalah abstrak. Banyak berpikir tentang hal-hal yang lebih logis. Tentang hal-hal yang sudah datang dan pergi. Bagaimana bersyukur dan tabah dengan setiap masalah yang menghampiri. Kemudian memaklumi bawa kita bukan lagi anak belasan tahun yang bersedih hanya karena hal-hal sepele. Apa yang terjadi, biarlah tejadi. Kita juga mulai membenarkan bahwa, hidup tidak selamanya berada di pihak kita. Di usia inilah mungkin kita sering mengalami momen mengutuk hidup kita sendiri untuk kemudian tersadar bawa hidup yang kita jalani ini sudah di skenariokan. Karena di usia ini sedkit demi sedikit ketika membaca kitab suci, kita tidak sekedar baca dengan keras seperti anak kecil tetapi mulai mencari arti dan maknanya. Secara tidak sadar, di bagian ini kita merasakan kehadiran Sang Pencipta dalam hidup kita.

Tujuan hidup kita juga akan berbeda. Ketika dulu waktu SD ditanya oleh guru kalau besar mau jadi apa? Dengan lantang kita menjawab dokter, polisi, guru, tentara, dan pekerjaan-pekerjaan lainnya. Perlahan-lahan semakin bertambahnya umur kita, pertanyaan-pertanyaan itu menjadi pertanyaan yang cukup sulit untuk dijawab. Bahkan jawabannya akan terkesan abstrak. Ketika orang lain bertanya seperti itu, saya akan jawab dengan “tidak tahu” bahkan ketika saya kuliah di kampus yang sudah jelas lulus dari sana gelar yang akan saya dapat memungkinkan saya menjadi apa. Tapi tetap saja, jawaban yang saya kantongi hanya “tidak tahu”. Bukan karena kita benar-benar tidak tahu apa tujuan hidup kita. Kita semua punya, jawaban itu tidak terletak di kantong, tetapi di lubuk hati yang paling dalam (eak) dan percayalah, kita selalu bisa meraih tujuan itu. di bagian ini kita paham bawa ada beban sosial bagi pemuda-pemuda seperti kita dan itu harus dipertimbangkan dalam mencapai tujuan.

Di usia ini, kamu masih senang menonton film kartun, anime, baca komik, novel meskipun tahu betapa tinggi fantasi di dalamnya. Tidak ada salahnya. Kamu baru 20 tahun. Masih ada 10 tahun lagi sampai angka 2 menjadi 3. Nikmatilah !

Di usia ini juga,  Orang-orang yang ingin serius menjalin hubungan denganmu mulai berdatangan...

Umur 20 tahun tidak menjamin dewasa atau tidaknya seseorang. Tapi setidaknya, di usia ini semoga kita bisa lebih baik dalam memaknai hidup.

Untuk generasi 1997, yang tahun ini beranjak 20 :
“Kamu bukan cinderella dan tidak ada ibu peri. Tapi kamu selalu bisa percaya doa-doa. Ia bahkan bisa memberimu lebih dari sekedar kereta kuda dan sepatu kaca”


Kamui No Jutsu
Read More

Rabu, 21 Juni 2017

Kita Berevolusi

Halo!

Ada tidak sih, tempat di dunia ini atau setidaknya di Indonesia dimana warganya tidak bahagia ketika mendengar kalimat ‘wifi gratis’?

Kalaupun ada, tempat itu termasuk kategori tempat yang maju atau tertinggal?

Simpan jawaban pembaca sekalian di sudut pikiran. Jangan berpikir apapun dulu. Mungkin setelah membaca tulisan ini, jawaban yang terbesit dalam pikiran kalian lebih mantap. Semoga.

Tulisan ini saya modifikasi sebisa mungkin agar tidak terkesan menggurui dan lebih menyenangkan plus menghindari baper (susah ini mah).

liveinternet.ru
Judulnya keramat ya.  Saya pernah bertanya tentang evolusi kepada seseorang (sebut saja abang), si Abang heran, ini anak PGSD kenapa nanya-nanya soal evolusi. Pengen pindah jurusan?. Kemudian setelah berdebat beberapa saat, si abang akhirnya memberikan jawaban berisi penjelasan yang isinya hampir semuanya tentang teori evolusi Charles Darwin. Memang dasar anak biologi, jawabannya mulai dari gen, selesksi alam, adaptasi sampai nama-nama manusia purba dan yang saya ingat hanya Pithecantropus Erectus.Nama manusia purba paling keren sampai saat ini.

Alhasil, jawaban dari beliau hampir bikin kepala saya berasap. Jadi saya menyerah, bukan itu jawaban yang saya inginkan bang. Cukup jawab Iya atau tidak *eh.

Saya ingin melihat evolusi bukan dari teori-teori. Entah itu dari Charles Darwin, Lammarck ataupun Aristoteles dan lainnya. Saya tidak ingin berdebat dengan siapapun tentang asal-usul manusia. Lelah adek. Jadi saya ingin membatasi definisi evolusi hanya sampai pada pemahaman sempit saya sendiri. Jadi kurang lebih evolusi itu perubahan secara berangsur-angsur atau perlahan dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang lebih kompleks. Udah, titik. Gitu aja. Sesederhana itu.

Yes, Perubahan. Tidak bisa kita pungkiri kalau hal-hal itu berubah. Disadari atau tidak, apa yang ada di sekeliling kita ini pasti mengalami perubahan. Batu yang benda mati saja kalau kena air hujan terus menerus bisa berubah, apalagi dia *eh. Ahmad Dhani, yang dulu lirik lagu ciptaannya sepuitis Kau sebar benih anggun jiwamu, Sampai baru-baru ini liriknya sebatas neng neng nong neng.

There is nothing wrong with the changed. Tidak ada yang salah dengan perubahan. Yang perlu kita perhatikan bagaimana kita bijaksana dalam menanggapinya. Kalau misalkan kemarin kamu melihat seorang teman yang pakaiannya setipis penggaris mika kemudian besoknya menutup seluruh tubuhnya, lalu tanggapan kamu terkesan menjatuhkan, there is something wrong with you! Atau sebaliknya, kamu punya teman yang awalnya rapi, rambutnya belah dua dasi kupu-kupu terus tiba-tiba berubah jadi gonrong, celana robek-robek dan kemudian kamu menjauhinya, sebagai seorang teman, cara kamu menanggapinya salah.

Perubahan mereka itu adalah pilihan mereka dan kamu tidak punya hak untuk men­-judge mereka. Tidak ada jaminan kamu lebih baik dari orang lain. Bahkan, orang yang membuat kamu sakit hati sekalipun, tidak berhak kamu benci. Sesakit apapun itu. Bro, bahkan orang yang patah hatipun harus bijaksana. I know it so well. Saya pernah berkata seperti ini “Anjir, jahat sekali orang ini” dan itu tidak lantas membuat saya menjadi lebih baik. Justru ketika saya berkata “Wah, saya punya banyak kekurangan, makanya dijahatin. Salah sendiri”. Itu tanggapan yang jauh lebih baik. Lagipula, mungkin saja ketika kamu sedang berada di titik paling sendu dalam hidup, mungkin itu jadi momen paling bahagia untuk orang lain, dan apa salahnya menjadi pemantik untuk kebahagiaan orang lain? Bukan berarti sok baik. But, you have to make deal with yourself. Buat dirimu merasa lebih baik. Kebencian itu hal yang merusak, tidak ada bedanya dengan narkotika. Kalau narkoba merusak tubuh, rasa benci itu merusak hati. Rugi! and Stop Playing Victim, berhenti bermental korban. Merasa paling terdzolimi, itu sama halnya dengan membiarkan diri kamu sendiri terinjak injak. Itu hanya akan membuat kamu semakin benci dan ujung-ujungnya dendam. Tidak menguntungkan!

Evolusi itu ada dua jenis, yang progresif dan regresif. Kalau dalam biologi, progresif itu yang menuju pada kemungkinan dapat bertahan hidup dan evolusi regresif yaitu yang menuju pada kemungkinan menjadi punah. Kalau disederhanakan, progresif itu sifatnya positif dan regresif itu negatif. So, guys coba tanya pada diri kita sendiri, sudahkah evolusi yang kita alami progresif? Atau mungkin malah regresif? Tidak perlu menilai evolusi yang terjadi pada orang lain, karena kamu tidak punya hak untuk itu dan mereka tidak butuh penilaian kamu. Yang pasti, ketika seseorang berevolusi, berubah, dia tengah menjalankan sebuah prinsip, komitmen dengan diri sendiri. Dan seharusnya kita menghargai itu.

Bicara tentang menghargai, saya jadi ingat istilah “Open Minded”. Keterbukaan pikiran. Keterbukaan pikiran untuk menerima sesuatu yang baru dari batas toleransi pengertian kita. Open minded ini menurut saya hal yang luar biasa, mengingat bagaimana toleransi dan fleksibilitas kita untuk memahami pikiran orang lain. Tapi ini tidak lantas mengubah idealisme kamu. Memahami bukan berarti menyetujui, bukan?. Open minded ini penting bro, kita hidup di dunia yang tidak konstan. Everything has changed and always changed. Ketika seseorang bisa bersikap open minded, dia tidak akan heboh melihat sebuah perubahan besar yang terjadi. Kamu bisa melihat dari berbagai sudut pandang tanpa menghakimi. Pengetahuan kamu tentang banyak hal juga akan bertambah, karena tidak membatasi diri pada satu hal saja. Orang yang awalnya hanya suka pada lagu pop saja bahkan bisa mengerti hardcore atau bossanova, jazz. Keren kan?

Terakhir, tempat yang warganya tidak bahagia ketika mendengar kata “wifi gratis?” apakah termasuk maju atau tertinggal?
Ini otoritas kalian untuk menjawab. I have my own answer and of course you have too! Silahkan jawab sesuai jalan pikiran kalian masing-masing. Kalian suci aku penuh dosa *eh.


Hidup Power Rangers!


Btw, Taqabbal Allahu Minna wa Minkum from Author to all muslim J
Read More

Jumat, 19 Mei 2017

Momentum

Halo!

“Jika kita adalah dua orang yang berhadapan, ketika salah seorang dari kita mulai melangkah mundur, maka yang lainnya harus melangkah maju, bukan? Itu satu-satunya cara agar kita dapat terus berhadapan.”

Ditemani lagu lama dari Michael Jackson, Heal The World, author mencoba terus terjaga. Andai malam ini hujan, lengkap sudah sesi curhat lewat keyboard kali ini.

Heal the world..
Make a better place, for you and for me and the entire human race.
Entah bagaimana Om Maikel  bisa menciptakan lagu dengan lirik indah ini, tapi sungguh, siapapun yang mendengarnya akan tergugah hatinya tentang bagaimana andil kemanusiaan dalam hidup ini. Kurang lebih artinya seperti ini (koreksi ketika salah)

“Ada tempat kecil di hatimu, dan Aku tahu tempat itu adalah cinta. Dan tempat ini bisa jadi jauh lebih terang dari hari esok. Dan jika kau benar-benar berusaha, kau kan temukan bahwa tak ada perlunya menangis. Di tempat ini kau kan merasa tak ada duka atau nestapa.

Ada banyak cara tuk sampai ke sana jika kau peduli pada kehidupan. Berilah ruang kecil, jadikanlah tempat yang lebih baik. Sembuhkanlah dunia, jadikan dunia ini tempat yang lebih baik. Untukmu dan untukku dan untuk seluruh manusia. Banyak orang yang sekarat, jika kau peduli pada kehidupan, jadikan tempat yang lebih baik untukmu dan untukku.

Jika kamu ingin tahu kenapa, ada cinta yang tak dapat berdusta. Cinta itu kuat. Ia hanya peduli pada pemberian yang ikhlas. Jika kita berusaha kita kan melihat di dalam kebahagiaan kita ini kita tak dapat merasakan ketakutan. Kita berhenti ada dan mulai hidup. Lalu selalu terasa cinta saja cukup bagi kita untuk tumbuh.”

Manis sekali, bukan? Bahwa benar, di dalam hati manusia itu ada tempat kecil yang ketika dipergunakan dengan semestinya, tidak ada lagi tangis, katanya. Tidak ada duka ataupun nestapa. Bayangkan betapa manisnya dunia yang seperti itu. Saya orang yang sangat suka berimajinasi dan jujur, imajinasi saya yang paling tinggi adalah dunia yang seperti itu. Dunia yang seindah itu. Dunia yang dipenuhi orang-orang yang peduli dengan orang-orang disekitarnya. Lagu ini hanyalah satu dari sekian banyak lagu kemanusiaan yang diciptakan oleh musisi-musisi peduli sosial lainnya.

Lalu apa hubungan lagu ini dengan judul postingan kali ini? Yes, The moments. Momentum. (Saat yang tepat). Orang-orang terkadang kewalahan pada titik ini. Bahkan ada yang mengalami stagnasi pada batas ini. Terhenti pada pertanyaan “Kapan saat yang tepat?” lalu pada akhirnya lumpuh pada pernyataan “Mungkin bukan sekarang. Suatu saat nanti”. Jika terus menerus bertanya pada diri sendiri dan jawabannya selalu seperti itu, maka sadarilah bahwa ini adalah kondisi yang tidak benar. 
Pahamilah bahwa saat itu, ego sedang menguasai dirimu dan menutup tempat kecil di hatimu.

Saya pernah mendengar sebuah pesan dari seseorang yang mengatakan bahwa tidak perlu gerakan yang besar untuk sebuah perubahan. Cukup gerakan kecil yang dipenuhi totalitas. Saya setuju. Tidak perlu menunggu menjadi seorang konglomerat untuk menyisihkan sebagian yang kita punya kepada yang membutuhkan, tidak perlu menunggu menjadi seorang profesor untuk membagikan ilmu yang kita miliki kepada mereka yang ingin belajar, tidak perlu menunggu seorang yang kita lihat terjatuh berteriak minta tolong baru kita bergerak menolong. Tidak perlu menjadi seorang hakim untuk menuntaskan ketidakadilan. Tidak perlu menunggu perang untuk menjadi seorang relawan. Tidak perlu! Tidak ada yang harus kita buat menunggu dan mereka yang butuh uluran tangan kita tidak harus menunggu.

“Kapan momen atau saat yang tepat?” jawabannya sekarang. Saat ini. Saat kita sudah menyadari betapa satu manusia yang sadar akan pentingnya rasa kemanusiaan begitu berarti untuk dunia yang luas ini. Ketika orang-orang disekitar kita tidak peduli, buat mereka peduli. Tidak harus memaksa. Ketika mereka bergerak mundur, kita yang melangkah maju. Karena kita selalu punya momentum. Kapanpun, dimanapun itu, untuk siapapun itu. Selama kita masih punya tempat kecil di hati kita, dan percayalah kita selalu punya itu.

Berbicara tentang momentum, 20 Mei 1908. Ratusan tahun yang lalu..

Bangsa Indonesia, yang dijajah, hidup dalam penderitaan dan kebodohan selama ratusan tahun. Bahkan tingkat kecerdasan rakyat, sangat rendah. Hal ini adalah pengaruh sistem kolonialisme yang berusaha untuk “membodohi” dan “membodohkan” bangsa jajahannya.

Jika bukan karena tempat kecil di hati para pejuang yang berjuang mati-matian ratusan tahun yang lalu, hari ini kita mungkin tidak sempat untuk sekedar membaca tulisan ini..


Selamat Hari Kebangkitan Nasional!                              
Read More

Selasa, 02 Mei 2017

Tugas Keterampilan berbahasa Indonesia : SQ3R


.
    
A. Survey :
Judul Buku                 : The Law of Positive Thinking ( Hukum Berpikir Positif)
Jumlah Halaman          : 210 halaman
Penulis                         : Jamal Ma’mur Asmani





 




B.     Question/Pertanyaan :
1.      Apa saja indikator berpikir positif?
2.      Apa saja hikmah berpikir positif?
3.      Bagaimana cara meningkatkan prestasi lewat berpikir positif?
4.      Bagaimana cara merubah mission impossible menjadi mission is possible?
5.      Apa saja cara menyikapi kegagalan dengan berpikir positif?
6.      Apa saja tips-tips berpikir positif?
7.      Bagaimana cara menjauhi berpikir negatif?
8.      Mengapa berpikir positif dijadikan prasyarat menuju hidup sukses dan bahagia?

C.    Read
Waktu membaca             : 6 jam 17 menit (Dari jam 16.00-22.17)
Hari/Tanggal membaca   : Minggu, 01 Mei 2016

Jawaban BAB I :
Halaman 26-30
Halaman 31
Jawaban BAB II :
Halaman 57-79
Jawaban BAB III :
Halaman 81-89
Jawaban BAB IV :
Halaman 91-94
Jawaban BAB V :
Halaman 116-118
Jawaban BAB VI
Halaman 141-152
Jawaban BAB VII :
Halaman 174-182
Jawaban BAB VIII :
Halaman 183-202

D.    Recite
1.      Indikator berpikir positif :
Menurut Jim Dornan dan John Maxwell, indikator berpikir positif yaitu : Percaya diri, inisiatif, ketekunan, kreativitas, kepemimpinan, perkembangan, kemampuan menghasilkan sesuatu.
Menurut Asep Muhsin : berpikir positif adalah pilihan terbaik bagi setiap orang dalam setiap situasi. Menurutnya, berpikir positif memiliki beberapa indikator : berani dan mandiri, memahami emosi, action oriented, bersyukur dan bersabar. Indikator positif thinking di atas sangat penting untuk mengembalikan manusia pada jalan yang benar dan membakar semangat hidupnya untuk mencapai cita-cita hidup yang tinggi dan ideal.
2.      Hikmah berpikir positif :
a.       Orang yang selalu berpikir positif dalam menghadapi persoalan hidup tidak akan terpenjara oleh perasaan kecewa. Ia selalu berpikir matang dan dewasa.
b.      Dalam hidup orang yang berpikir positif dalam melihat segala sesuatu, tidak ada raasa putus asa. Ketika ia mengalami kegagalan dan kesusahan, mentalnya tetap tangguh, ia tidak mundur dan putus asa dalam melangkah.
c.       Orang yang sealalu berpikir positif akan berusaha menghilangkan segala bentuk kebencian kepada seseorang yang mengakibatkan waktu terbuang percuma untuk memikirkan orang yang dibenci.
d.      Orang yang berpikir positif tidak akan mundur dari tujuan atau cita-citanya. Ia terus melihat ke depan dengan berbagai peluang yang ada.
e.       Orang yang berpikir positif akan tegas dalam melangkah, terampil mengatur ritme, dan profesional dalam membuat perencanaan dan pelaksanaan. Orang yang berpikir positif akan berusaha menghilangkan perasaan cemas yang membuatnya bingung, tidak mampu membuat langkah dan kebijakan, dan memaksanya berputar-putar pada suatu titik yang tidak ada kemajuan di sana.
f.       Orang yang berpikir positif dalam hidup akan terus bergerak dalam situasi apapun. Ia selalu bisa mencari celah di balik masalah dan kesulitan hidup yang membelitnya. Ia tertantang mencari jalan keluar terbaik dalam masalah yang menghadang.
g.      Mengambil langkah-langkah besar menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan orang-orang yang berpikir positif dalam menjalani kehidupan. Sebab, kesuksesan setali mata uang dengan keberanian melakukan terobosan dan menanggung resiko.
h.      Orang yang berpikir positif akan melalui tahapan dalam hidup ini secara konsisten, tidak mudah jenuh dan frustasi. Proses yang panjang dilaluinya dengan penuh kesabaran, kegigihan, dan kematangan. Sebab, kesuksesan membutuhkan konsistensi dalam jangka waktu yang lama.
i.        Orang yang berpikir positif akan selalu berpikir visioner, berpikir jauh ke depan. Ia juga akan menghindari berpikir instan dan pragmatis. Ia akan menganalisis perkembangan mutakhir yang terjadi dan menyiapkan langkah-langkah strategis bagi perkembangan dirinya.
j.        Orang yang berpikiran positif akan menghilangkan pikiran-pikiran negatif yang mengarahkannya pada kesusahan dan kecemasan. Ia akan selalu berpikir segar, solutif, dan aplikatif. Ia tidak ingin menjalani hidup yang singkat dengan kesedihan dan kesusahan yang berlarut-larut.
3.      Cara meningkatkan prestasi dengan berpikir positif.
Dengan berpikir positif, setiap pribadi mampu melakukan lompatan prestasi yang luar biasa. Sebab, pikiran yang selalu positif bisa melejitkan prestasi sampai pada level tertinggi, dan sangat membantu dalam meraih puncak karir. Pikiran positif akan terus melecutkan semangat seseorang untuk maju terus, walau rintangan dan halangan terus menghampiri. Orang yang brpikir positif selalu mengatakan dirinya sukses dan ingin sukses lagi. Ia investasikan banyak waktunya untuk terus meningkatkan ilmu pengetahuan dengan intens membaca, meneliti, dan melakukan eksperimentasi.
4.      Mengubah mission impossible menjadi mission is possible.
Yaitu dengan mengandalkan kekuatan pikiran, harapan, dan keyakinan.
5.      Cara menyikapi kegagalan dengan berpikir positif
Salah satu cara adalah dengan kembali kepada ajaran agama, seperti menerima apa yang terjadi dan bersyukur kepada pemberian Tuhan.
6.      Tips-tips berpikir positif
a.       Ambil sisi baik permasalahan
b.      Hindari generalisasi
c.       Jangan pernah berhenti melangkah
d.      Cuek terhadap komentar miring orang lain
e.       Berlatih percaya diri
f.       Beri bukti bukan janji
g.      Tidak membesar-besarkan masalah
h.      Ingat terus tujuan jangka panjang
i.        Pentingnya Gradualisasi dalam proses
j.        Lebih intens kepada Tuhan
7.      Cara menjauhi berpikir negatif
a.       Ingat dampak negatif dari berpikir negatif
b.      Jangan membesar-besarkan kelemahan diri sendiri
c.       Dahulukan bukti dari praduga
d.      Dahulukan objektivitas
e.       Jangan mudah terbawa emosi
f.       Manfaatkan pihak ketiga yang dapat dipercaya
g.      Ambil langkah tegas
8.       Berpikir positif dijadikan sebagai prasyarat menuju hidup sukses dan bahagia :
Sukses menjadi kepuasan batin kalau lahir dari proses perjuangan yang panjang, rumit, dan berliku, tidak instan. Oleh sebab itu, sukses sebagai akhir dari sebuah perjuangan membutuhkan kesiapan mental, psikis, dan fisik yang prima. Dengan berpikir positif, orang dapat meraih kesuksesan dengan mudah. Karena, positif thinking akan terus mengorbankan semangat, motivasi, dan inspirasi tanpa henti. Berpikir positif juga melahirkan kegigihan dan kesungguhan dalam berproses. Dari sinilah kemampuannya berkembang dengan pesat dan akhirnya melahirkan hal-hal baru yang inovatif.
E.     Review
Positif thinking sebagai suatu cara berpikir yang mengedepankan sisi positif setiap kejadian dan kata kunci untuk merengkuh kebahagiaan. Dengan berpikir positif, setiap manusia akan senantiasa terdorong untuk mengambil hikmah dari setiap problem yang ada, termotivasi untuk bangkit dari keterpurukan dengan bekerja dan belajar bersungguh-sungguh, semakin kreatif menciptakan langkah baru, dan cerdas membuka peluang dan menyiasati tantangan.
Dengan berpikir positif, seseorang bisa dengan mudah mengubah mission impossible (misi yang tidak mungkin) menjadi mission is possible (misi yang mungkin). Berpikir positif menjadikan seseorang senantiasa optimis melewati perjalanan hidup, konsisten dengan cita-cita besarnya, dan selalu memperkaya diri setiap saat dari kejadian-kejadian yang dialaminya. Ia yakin bahwa apa yang terjadi adalah hal terbaik yang mesti dijalani, sehingga satu-satunya jalan adalah mengambil pelajaran darinya untuk meningkatkan kualitas hidupnya secara sempurna.

Mengatasi kegagalan menjadi prasyarat mutlak dalam mengejar kesuksesan dan kebahagiaan. Kegagalan biasanya mampu menyebabkan manusia sedih, merasa hidupnya sudah habis, dan menyalahkan diri sendiri. Namun, semua persepsi demikian bisa diubah dengan senantiasa berpikir positif. Berpikir positif mampu mengubah citra buruk kegagalan. Berpikir positif justru menjadikan kegagalan sebagai tangga menuju kesuksesan. Bagi orang yang senantiasa berpikir positif, kesuksesan dibangun dari kegagalan. Dari kegagalan itulah, orang yang mampu berpikir positif akan semakin tertantang mempelajari cara yang lebih jitu, teori baru yang lebih hebat, dan gagasan baru yang lebih cemerlang.
Read More
Diberdayakan oleh Blogger.

Text Widget

Sample Text

Followers

Followers

Recent Posts

Recent Comments

Introduction

About

Pages

Blogger templates