Halo!
Akhirnya, setelah
sekian lama, blog yang sudah penuh sarang spiderman ini diupdate!! Meskipun isinya
memang tidak penting, tapi postingan kali ini memang saya maksudkan untuk
curhat sekaligus memuntahkan apa yang saya pendam selama hampir satu bulan ini.
Daripada jadi penyakit, lebih baik tidak jadi penyakit. Salam super! Haha.
Topik postingan kali
ini tidak jauh-jauh dari hal yang sedang booming
belakangan ini. Bukan tentang awkarin, bumi datar, ahok lewat jalur parpol, ataupun
reshuffle kabinet. Bukaan! Ini
tentang sederetan huruf yang menghiasi Kartu Hasil Studi. Yap. Indeks Prestasi.
Hal yang selama ini cukup membuat saya selalu mengalihkan topik kalau sedang
berbicara dengan orang tua.
Ortu : semester ini IP
nya berapa nak?
Saya : wah, cuacanya
cerah ya! Cicak di atap sudah beranak belum ya?
*kemudian hening*
Sedikit penjelasan,
untuk yang belum jadi mahasiswa, karena mahasiswa pasti sudah mengerti apa itu
IP, IPS, ataupun IPK. Jadi, mereka kurang lebihnya adalah satuan nilai akhir yang
menggambarkan mutu proses belajar mengajar tiap semester, atau secara
singkat dapat diartikan sebagai besaran/angka yang menyatakan prestasi
(keberhasilan proses belajar mengajar) mahasiswa pada satu semester.
Perhitungan IP pada setiap akhir semester bertujuan untuk memperoleh takaran
atas prestasi seorang mahasiswa dan untuk menentukan besarnya beban studi yang
dapat diambil yang bersangkutan pada semester berikutnya, IP dihitung
untuk setiap semester.
Nah, kenapa saya ingin
membahas tentang mereka? Karena sederetan huruf seperti A, B, C, D, E, F,G,H,
nggak. Cuma sampai E, dihiasi dengan kutub magnet positif dan negatif
dibelakangnya ini sudah berhasil membuat saya berpikir keras. Berpikir tentang
seberapa penting IPK dalam hidup ini. Dan setelah sok-sokan berpikir, yang
dapat saya simpulkan adalah : bumi itu bulat. Bukan, Bukaan! Jadi,
kesimpulannya adalah IPK itu PENTING. Cukup penting. Yang tidak setuju boleh
keluar dari blog absurd ini dengan terhormat. Kenapa penting? Karna seperti
yang saya paparkan tadi, IP pada akhir semester itu menentukan besarnya beban
studi yang dapat diambil pada semester berikutnya. Jadi, yang IP nya rendah
gimana? Masa Cuma beban hidupnya saja yang banyak? Kan kasian.
Ada beberapa orang yang
dengan gampangnya berkata bahwa IPK itu tidak penting. Entah atas dasar apa,
mungkin dia adalah anak rektor atau anak presiden. Tapi untuk yang bukan anak
rektor dan anak presiden, tidak seharusnya kalian berkata seperti itu. Bro, IPK
itu menjadi penilaian dasar untuk mencapai pendidikan di jenjang berikutnya. Bahkan
di dunia kerja nantinya.
Ada juga yang berkata
bahwa IPK itu tidak penting, karena hanya sederet angka. Yang penting itu
adalah kemampuan yang dimiliki. Oke, fix. Kemampuan itu penting. Soft skill itu penting, berorganisasi
itu penting untuk mengembangkan bakat dan kemampuan. Bahkan kebanyakan orang
yang IPK nya rendah dan aktif berorganisasi itu kemampuannya jauh lebih baik
dibandingkan yang ber IPK tinggi dan hanya datang untuk menerima mata kuliah di
kampus. Oke, you win. Tapi, “ada kalanya realita itu datang menyapa”. Realita yang
mana? Realita di dunia kerja. Saya ingin menganalogikan IPK ini dengan balapan.
Yang senang nonton moto gp mari beranalogi. Sebelum seorang pembalap memasuki
arena, ada kualifikasi untuk menentukan posisi start kan? Nah, IPK ini sama
halnya dengan posisi start. Orang dengan IPK 4,00 berada di posisi pertama, dan
IPK 1,00 berada di posisi start paling terakhir. Mana yang berpeluang menang lebih besar? Jawabannya
ada di benak Anda sekalian. Buat yang masih tidak setuju dengan IPK itu penting
dan belum keluar dari blog ini pasti berdalih. Lalu mengungkit kemenangan
valentino Rossi yang pernah juara dari posisi start ke 11. Nah, disinilah
kemampuan itu perlu. Setelah mendapatkan posisi start, atau pekerjaan. Yang berperan
selanjutnya adalah kemampuan yang diperoleh dari kegiatan-kegiatan luar kuliah
seperti berorganisasi tadi. Setelah diterima dalam suatu pekerjaan, tidak akan
ada yang menanyakan tentang IPK lagi. Karena IPK memang hanya dibutuhkan di
awal. Yap, hanya sebagai kualifikasi awal. Tapi, memangnya Anda punya kemampuan
seperti Valentino Rossi?
IPK juga sama halnya
dengan tiket pesawat. Ketika ingin liburan, kita pasti mengemas barang-barang
yang diperlukan di tempat tujuan nantinya. Barang-barang yang dikemas di koper
ini sama halnya dengan kemampuan yang diperoleh tadi. Setelah berkemas, koper
ini akan di bawa ke tempat tujuan kita. Tapi, tanpa tiket pesawat kopernya
tidak akan bisa sampai ke tempat tujuan, bukan? Paling Cuma naik pete pete
(angkot) terus nyasar ke terminal. Nggak dianggap, terbuang, tanpa arah dan
tujuan. Makanya, berliburlah tapi jangan lupa tiketnya. Asah kemampuan,
perbaiki attitude, tapi jangan lupa ijazahnya!
Saya rasa beberapa
penjelasan di atas sudah bisa menggambarkan mengapa saya berani menjudge bahwa
IPK itu penting. Terlepas dari begitu pentingnya juga kemampuan yang harus
dimiliki. Jadi, untuk yang punya nasib seperti saya, IP yang anjlok
seanjlok-anjloknya, jangan putus asa guys, jangan pernah jadikan ini racun yang
membius kalian, membuat kalian ingin berhenti berusaha. Tapi, jadikan sebagai kokain
yang memacu adrenalin untuk meningkatkan IP di semester berikutnya. Tapi tetap
saja, jangan lupakan soft skill. IPK
penting, kemampuan penting, attitude penting, dia penting *eh. Apa salahnya
mensejajarkan hal-hal penting itu dalam hidup?
![]() |
Hidup Bumi Bulat!
*apaansih*
Wahh, super sekali senior. Saya sangat tercerahkan :v
BalasHapusKakak Ulil jii :v
Hapus