with Yuliana Firman

Rabu, 23 Maret 2016

Wanua Latemmamala

Halo!
Selamat Hari Jadi Kota kelahiran!

Dengan luas wilayah kurang lebih 1.359,44 km2, sebuah kota berdiri tegak dihuni oleh kurang lebih 250.000 jiwa  penduduk. Kenapa saya bisa tahu? Karena tadi saya searching di google.

Hanya sebagian kecil rakyat Indonesia yang tinggal di sana. Orang-orang menyebutnya watansoppeng, Soppeng, bahkan ada yang menyebutnya dengan Oppeng (tidak usah bilang-bilang, jangan dibayangkan). Ada yang memberikan julukan Bumi Latemmamala, sesuai dengan sejarahnya. Ada juga yang menyebutnya Kota Kalong, sesuai dengan bau dari warganya. Bukan. Bukaan! Jadi, disebut Kota Kalong atau nama kerennya Gotham City, karena ada rentetan pohon asam yang berjejer di sepanjang jalan di tengah kota yang sejak 400 tahun yang lalu telah dihuni oleh sekelompok hewan nokturnal yang disebut Kelelawar. Unik, bukan?

Tidak ada yang tahu pasti penyebab mengapa koloni kelelawar ini memilih untuk bertengger disana, mungkin saja karena soppeng adalah kota yang aman dan damai atau dengan kata lain sepi. Jika diibaratkan seorang manusia, Soppeng masih seorang anak kecil, polos, buktinya ketika malam hari, tidak ada kehidupan disana. Jangan pernah berniat untuk menikmati lampu-lampu malam di soppeng, karena itu hanya akan menjadi angan-angan semata. Setelah jam 11 malam, Orang Soppeng tidak lagi berkeliaran di luar rumah. Kenapa? Karena mereka sudah bergegas untuk minum susu dan bobo cantik. Nggak Lah!. Jangan pernah juga mencari dua lampu merah di sana. Untuk saat ini, Soppeng masih termasuk sepi, itu juga yang menjadi penyebab kenapa saya selalu rindu. Dia tenang, ngangenin (tuh kan, baper).

Bukti lain yang memperkuat bahwa Soppeng itu aman adalah belum ada berita bahwa ada orang yang tenggelam di Laut Soppeng dan mungkin tidak akan pernah ada. Yang tidak setuju boleh cari laut sendiri.

Disini saya tidak ingin menceritakan tentang sejarah, karena saya tahu, bagaimanapun saya mencoba menjelaskan bagaimana sejarah Soppeng, saya yakin bahwa hanya sebagian kecil yang akan membaca sampai akhir, karena sebagian besar orang berpikir bahwa sejarah itu membosankan. Padahal tidak, sejarah itu mengingatkan tentang masa lalu, kasian orang yang susah move on. Maaf ya, wahai kaum yang susah move on. Oke, kembali ke topik. Intinya disini, salah satu sejarah Soppeng yaitu tentang kekeringan yang pernah terjadi dan dengan cerita yang panjang sebelumnya dimana yang saya pelajari di pelajaran mulok dengan susah payah membaca huruf lontarak, kekeringan tersbut bisa terselesaikan berkat adanya burung Cakkelle atau kakatua yang membawa beberapa pemuka-pemuka masyarakat kepada sang penyelamat yang di sebut To Manurung. Jadi, simbol resmi Kota Soppeng itu adalah Si Cakkelle’ atau Si Burung Kaka Tua ini. Bukan Si Kelelawar.

Berbicara tentang sejarah, Soppeng juga adalah salah satu Kota dengan Bangunan tua yang masih bertahan,  berdiri manis di puncak bukit , menyiratkan peninggalan kolonial dengan kenangan dari Sang Ratu, Villa Yuliana. Bangunan ini bergaya indies dengan ornamen bugis dipadukan dengan bangunan gaya eropa. Indah? Jelaas. Selain Villa Yuliana, ada juga bangunan tua yang terdapat di kompleks istana Datu Soppeng yaitu Bola Ridie, Salassae, dan Menhir Latammapole. Ada juga yang terletak 30 km dari Kota Watansoppeng, yaitu Rumah Adat Sao Mario, yang dekat dengan Permandian alam Lejja.

Meskipun tidak memiliki wilayah pantai, tapi Soppeng juga punya wilayah perairan, yaitu sebagian Danau Tempe. Dengan ketinggian rata-rata 200 m diatas permukaan laut, Soppeng dihiasi dengan daerah perbukitan kurang lebih 800km2. Ada banyak gunung-gunung yang menjulang tinggi di Soppeng, ada Gunung Conang yang sampai 1.463 m, Gunung Sewo 860 m, Gunung Lapancu 850 m, Gunung Bulu Dua 800 m, dan Gunung Paowangeng 760 m. Bagaimana tripper? Keren? Of Course!

Tidak pernah terbesit dalam benak saya ingin lahir di kota lain selain Bumi Latemmamala ini. Jika ingin dilahirkan berapakali lagi pun di masa depan, saya tetap ingin lahir sebagai orang Soppeng. Sebuah kota tua berumur 755 tahun yang masih memegang teguh adat, merawat warisan masa lalu, tanpa tegrilas zaman.

Berbahagialah kawan, ada kota semanis Watansoppeng, tidak perlu kaya untuk tinggal di kota ini. Tidak ada orang kelaparan di tempat ini. Ramah tamah penduduknya menyiratkan kedamaian. Merantaulah, kawan. Tapi ingatlah, ada ritme kehidupan menyenangkan yang menantimu untuk kembali. Disini, di Bumi Latemmamala.

Ade’na Yassisoppengi
Malebbi’ sipakkatau
Tana Ancajingekku


Wanua latemmamala...

5 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.

Text Widget

Sample Text

Followers

Followers

Recent Posts

Recent Comments

Introduction

About

Pages

Blogger templates