Halo!
“Jika
kita adalah dua orang yang berhadapan, ketika salah seorang dari kita mulai
melangkah mundur, maka yang lainnya harus melangkah maju, bukan? Itu
satu-satunya cara agar kita dapat terus berhadapan.”
Ditemani
lagu lama dari Michael Jackson, Heal The World, author mencoba terus terjaga. Andai malam ini hujan, lengkap sudah
sesi curhat lewat keyboard kali ini.
Heal the world..
Make a better place, for you and
for me and the entire human race.
Entah bagaimana
Om Maikel bisa menciptakan lagu dengan
lirik indah ini, tapi sungguh, siapapun yang mendengarnya akan tergugah hatinya
tentang bagaimana andil kemanusiaan dalam hidup ini. Kurang lebih artinya
seperti ini (koreksi ketika salah)
“Ada tempat kecil di hatimu, dan
Aku tahu tempat itu adalah cinta. Dan tempat ini bisa jadi jauh lebih terang
dari hari esok. Dan jika kau benar-benar berusaha, kau kan temukan bahwa tak ada
perlunya menangis. Di tempat ini kau kan merasa tak ada duka atau nestapa.
Ada banyak cara tuk sampai ke
sana jika kau peduli pada kehidupan. Berilah ruang kecil, jadikanlah tempat
yang lebih baik. Sembuhkanlah dunia, jadikan dunia ini tempat yang lebih baik. Untukmu
dan untukku dan untuk seluruh manusia. Banyak orang yang sekarat, jika kau
peduli pada kehidupan, jadikan tempat yang lebih baik untukmu dan untukku.
Jika kamu ingin tahu kenapa, ada
cinta yang tak dapat berdusta. Cinta itu kuat. Ia hanya peduli pada pemberian
yang ikhlas. Jika kita berusaha kita kan melihat di dalam kebahagiaan kita ini
kita tak dapat merasakan ketakutan. Kita berhenti ada dan mulai hidup. Lalu selalu
terasa cinta saja cukup bagi kita untuk tumbuh.”
Manis
sekali, bukan? Bahwa benar, di dalam hati manusia itu ada tempat kecil yang
ketika dipergunakan dengan semestinya, tidak ada lagi tangis, katanya. Tidak ada
duka ataupun nestapa. Bayangkan betapa manisnya dunia yang seperti itu. Saya orang
yang sangat suka berimajinasi dan jujur, imajinasi saya yang paling tinggi
adalah dunia yang seperti itu. Dunia yang seindah itu. Dunia yang dipenuhi
orang-orang yang peduli dengan orang-orang disekitarnya. Lagu ini hanyalah satu
dari sekian banyak lagu kemanusiaan yang diciptakan oleh musisi-musisi peduli
sosial lainnya.
Lalu apa
hubungan lagu ini dengan judul postingan kali ini? Yes, The moments. Momentum. (Saat
yang tepat). Orang-orang terkadang kewalahan pada titik ini. Bahkan ada yang
mengalami stagnasi pada batas ini. Terhenti pada pertanyaan “Kapan saat yang
tepat?” lalu pada akhirnya lumpuh pada pernyataan “Mungkin bukan sekarang. Suatu
saat nanti”. Jika terus menerus bertanya pada diri sendiri dan jawabannya
selalu seperti itu, maka sadarilah bahwa ini adalah kondisi yang tidak benar.
Pahamilah
bahwa saat itu, ego sedang menguasai dirimu dan menutup tempat kecil di hatimu.
Saya
pernah mendengar sebuah pesan dari seseorang yang mengatakan bahwa tidak perlu
gerakan yang besar untuk sebuah perubahan. Cukup gerakan kecil yang dipenuhi
totalitas. Saya setuju. Tidak perlu menunggu menjadi seorang konglomerat untuk
menyisihkan sebagian yang kita punya kepada yang membutuhkan, tidak perlu menunggu
menjadi seorang profesor untuk membagikan ilmu yang kita miliki kepada mereka yang
ingin belajar, tidak perlu menunggu seorang yang kita lihat terjatuh berteriak
minta tolong baru kita bergerak menolong. Tidak perlu menjadi seorang hakim untuk
menuntaskan ketidakadilan. Tidak perlu menunggu perang untuk menjadi seorang
relawan. Tidak perlu! Tidak ada yang harus kita buat menunggu dan mereka yang
butuh uluran tangan kita tidak harus menunggu.
“Kapan
momen atau saat yang tepat?” jawabannya sekarang. Saat ini. Saat kita sudah
menyadari betapa satu manusia yang sadar akan pentingnya rasa kemanusiaan
begitu berarti untuk dunia yang luas ini. Ketika orang-orang disekitar kita
tidak peduli, buat mereka peduli. Tidak harus memaksa. Ketika mereka bergerak
mundur, kita yang melangkah maju. Karena kita selalu punya momentum. Kapanpun,
dimanapun itu, untuk siapapun itu. Selama kita masih punya tempat kecil di hati
kita, dan percayalah kita selalu punya itu.
Berbicara
tentang momentum, 20 Mei 1908. Ratusan tahun yang lalu..
Bangsa
Indonesia, yang dijajah, hidup dalam penderitaan dan kebodohan selama ratusan
tahun. Bahkan tingkat kecerdasan rakyat, sangat rendah. Hal ini adalah pengaruh
sistem kolonialisme yang berusaha untuk “membodohi” dan “membodohkan” bangsa jajahannya.
Jika
bukan karena tempat kecil di hati para pejuang yang berjuang mati-matian
ratusan tahun yang lalu, hari ini kita mungkin tidak sempat untuk sekedar
membaca tulisan ini..
Selamat
Hari Kebangkitan Nasional!